KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini berisikan tentang informasi tentang catatan kaki dan daftar pustaka. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua.
Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua orang yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Gelumbang, 18 Oktober 2011
penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................ I
Daftar Isi........................................................................................................ II
Bab 1 Pendahuluan
i.
Latar Belakang.............................................................................. 1
ii.
Masalah.......................................................................................... 1
iii.
Tujuan............................................................................................. 1
Bab 2 Pembahasan
1.HUKUM
INTERNASIOAL.................................................................... 2
A. Pengertian Hukum
Internasional.................................................... 2
B. Sejarah
dan Perkembangan Hukum Internasional...................... 4
C. Sumber-sumber Hukum
Internasional........................................... 8
D. Subyek
Hukum Internasional.......................................................... 9
E. Hubungan
Hukum Internasional dengan Hukum Nasional........ 12
Bab 3 Penutup
i.
Kesimpulan ................................................................................... 13
ii.
Saran............................................................................................... 13
Daftar Pustaka............................................................................................. 14
BAB 1
PENDAHULUAN
i. Latar Belakang
Hukum adalah sesuatu sistem aturan yang mengikat seseorang dan
dikukuhkan oleh pemerintah. Jika seseorang atau suatu kelompok melanggar hukum
yang berlaku maka dia akan mendapat sanksi.
Untuk mengetahui hal-hal tersebut kami menyajikan
salah satu materi tentang hukum.
ii. Perumusan
Masalah
Bagaimana siswa bisa mengerti tentang hukum
internasional.
iii. Tujuan
Untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang
hukum internasional.
BAB 2
PEMBAHASAN
HUKUM
INTERNASIOAL
A. Pengertian
Hukum Internasional
Pada
dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah hukum
internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi
menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.
Hukum
internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat
perdata.
“Hukum perdata internasional
adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang
melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum
perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata
yang berbeda”(Kusumaatmadja, 1999).
Awalnya,
beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari hukum
internasional, antara lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De
Jure Belli ac Pacis(Perihal Perang dan Damai). Menurutnya “hukum dan
hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa
atau semua negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang
menyatakan diri di dalamnya ”.
Sedang
menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari
hubungan antara negara-negara”
Definisi
hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa
lalu, termasuk Grotius atau Akehurst, terbatas pada negara sebagai satu-satunya
pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek-subjek hukum lainnya.
“Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai
sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan
peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu
juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya,
serta yang juga mencakup :a. organisasi internasional, hubungan antara
organisasi internasional satu dengan lainnya, hubungan peraturan-peraturan
hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau antara organisasi
internasional dengan negara atau negara-negara ; dan hubungan antara organisasi
internasional dengan individu atau individu-individu ;b. peraturan-peraturan
hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum
bukan negara(non-state entities) sepanjang hak-hak dan
kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut
bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional”
(Charles Cheny Hyde).
Sejalan
dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja mengartikan
’’hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum
yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara
negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau
subyek hukum bukan negara satu sama lain’’. (Kusumaatmadja, 1999; 2)
Berdasarkan
pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum
tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya
terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau
pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta
prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.
Sedangkan
mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya
subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum
di kalangan para sarjana sebelumnya.
B. Sejarah
dan Perkembangan Hukum Internasional
Hukum
internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada
zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum,
yaitu Ius Ceville dan Ius Gentium,Ius Ceville adalah
hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada,
sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang
asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
“Dalam
perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter
Gentium yang
lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis)
dan kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations(Inggris)*)
“Sesungguhnya, hukum
internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak
ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty
years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang
bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan
dan persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh
dan berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional**)
_________
*)Kusamaatmadja Mochtar, Pengantar
Hukum Internasional, (Bandung:Putra Abardin, 1999), p.50.
**)Phartiana I Wayan, Pengantar
Hukum Internasional, (Bandung:Mandar
Maju, 2003),p.44.
Perkembangan
hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya tokoh
kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis
dan golongan Positivis.
Menurut
golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan
berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku
secara universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum
harus dicari, dan bukan dibuat. Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip
atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari
golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de Vittoria,
Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis. (Mauna, 2003 ; 6)
Sementara
itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar negara
adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka
sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara
negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan
internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam
bukunya Du Contract Social, La loi c’est l’expression de la Volonte
Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak bersama. Tokoh lain yang
menganut aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek, Prof.
Ricard Zouche dan Emerich de Vattel.
Pada
abad XIX, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena adanya
faktor-faktor penunjang, antara lain : (1) Setelah Kongres Wina 1815,
negara-negara Eropa berjanji untuk selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum
internasional dalam hubungannya satu sama lain, (2). Banyak dibuatnya
perjanjian-perjanjian (law-making treaties) di bidang perang,
netralitas, peradilan dan arbitrase, (3). Berkembangnya perundingan-perundingan
multilateral yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.
Di
abad XX, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena
dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: (1). Banyaknya negara-negara baru
yang lahir sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara,
(2). Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya
ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai
bidang, (3). Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik
bersifat bilateral, regional maupun bersifat global, (4). Bermunculannya
organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa dan
berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan Khusus dalam kerangka
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam
berbagai bidang.(Mauna, 2003; 7)
C. Sumber-sumber
Hukum Internasional
Pada
azasnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti
materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil
adalah sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari
pembuatan hukum itu sendiri.
Sumber
hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud
nyata dari hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu
tampak dan berlaku. Dalam bentuk atau wujud inilah dapat ditemukan hukum yang
mengatur suatu masalah tertentu.
Sumber
hukum internasional dapat diartikan sebagai:
1. dasar
kekuatan mengikatnya hukum internasional;
2. metode
penciptaan hukum internasional;
3. tempat
diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan
pada suatu persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14)
Menurut
Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum
internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
1. Perjanjian
internasional (international conventions), baik yang bersifat umum,
maupun khusus;
2. Kebiasaan
internasional (international custom);
3. Prinsip-prinsip
hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara
beradab;
4. Keputusan
pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui
kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan. (Phartiana,
2003; 197)
D. Subyek
Hukum Internasional
Subyek
hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan
pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dari
kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang
sebagai subjek hukum internasional
Dewasa
ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat
internasional, adalah:
1. Negara
Menurut
Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu
negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah:
a. penduduk
yang tetap;
b. wilayah
tertentu;
c. pemerintahan;
d. kemampuan
untuk mengadakan hubungan dengan negara lain
2. Organisasi Internasional
Klasifikasi
organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James H. Wolfe :
a. Organisasi
internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan
yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;
b. Organisasi
internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang
bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International
Monetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
c. Organisasi
internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global,
antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe
Union.
1.
Palang
Merah Internasional
Sebenarnya
Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi
internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah
Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan
di samping itu juga menjadi sangat strategis. Pada awal mulanya, Palang Merah
Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss,
didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry
Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan
oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak
negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing
wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian dihimpun
menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC)
dan berkedudukan di Jenewa, Swiss. (Phartiana, 2003; 123)
2.
Tahta Suci
Vatikan
Tahta
Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat
Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci
Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut
pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta
Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas
dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya
terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki
kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci
dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh
karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan
cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga sebaliknya
Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di berbagai negara. (Phartiana,
2003, 125)
E. Hubungan
Hukum Internasional dengan Hukum Nasional
Ada
dua teori yang dapat menjelaskan bagaimana hubungan antara hukum internasional
dan hukum nasional, yaitu: teori Dualisme dan teori Monisme.
Menurut
teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional, merupakan dua sistem
hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional dan hukum nasional merupakan
dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas
atau subordinasi. Berlakunya hukum internasional dalam lingkungan hukum
nasional memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan
antar keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan
menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan
satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah
lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri.
Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan
hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum
internasional. (Burhan Tsani, 1990; 26)
bab 3
PENUTUP
I. Kesimpulan
Hukum internasional adalah hukum yang menyangkut hukum
atau aturan-aturan yang berada di
luar negeri.
II. Saran
Hendaknya semua orang
mematuhi hukum yang berlaku supaya tidak terjadi penyimpangan sosial.
daftar pustaka
Burhantsani,
Muhammad. 1990. Hukum dan
Hubungan Internasional. Yogyakarta:
Liberty.
Kusamaatmadja, Mochtar.
1999. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Putra Abardin.
Mauna, Boer. 2003. Hukum Internasional; Pengertian,
Peran dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung: PT. Alumni.
Phartiana, I Wayan.
2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar maju.
No comments:
Post a Comment